JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam jumlah tertentu, uranium sebagai bahan nuklir menjadi hasil ikutan penambangan timah yang selama ini banyak diekspor. Badan Pengawas Tenaga Nuklir mendesak industri supaya tidak mengekspor bahan tambang timah tanpa diolah terlebih dulu.
"Kita sudah terikat perjanjian internasional untuk melaporkan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) seluruh bahan nuklir dan setiap kegiatan yang terkait dengan daur bahan nuklir," kata Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) As Natio Lasman dalam konferensi pers "Executive Meeting: Dual Use Material", Kamis (5/5/2011) di Jakarta.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan tahun 2010, ekspor timah Indonesia mencapai 92.486 ton. Kandungan uranium dalam timah diperkirakan 200 part per million (ppm).
As Natio mengatakan, Indonesia meratifikasi perjanjian nonproliferasi (nonproliferation treaty/NPT), perjanjian keselamatan (safeguards), dan perjanjian protokol tambahan terkait nuklir. Tidak hanya menyangkut masalah bahan bakar nuklir, tetapi juga peralatan yang bisa menunjang penyalahgunaan persenjataan nuklir.
Ia mengakui, sejauh ini pemerintah belum memiliki kebijakan untuk mewajibkan industri yang semestinya melaporkan kegiatan ekspor dan impor peralatan ataupun material daur bahan nuklir tersebut. Bagi dunia internasional, tuntutan ini makin mendesak untuk pencegahan aksi terorisme menggunakan persenjataan nuklir.(NAW)
Berita selengkapnya dimuat di Kompas Cetak edisi 6 Mei 2011
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.